Udang Udang - Mesir, sebuah negara yang memiliki kedekatan historis dengan Palestina, baru-baru ini mengambil sikap tegas terhadap tindakan Israel di wilayah Gaza. Ancaman untuk memutuskan hubungan dengan Israel menjadi salah satu skenario yang disiapkan Mesir sebagai respons terhadap eskalasi kekerasan di Gaza. Laporan-laporan terkini mengindikasikan bahwa Mesir siap mengambil langkah-langkah ekstrem demi melindungi keselamatan warga Gaza, Palestina.
1. Sikap Tegas Mesir terhadap Tindakan Israel di Gaza
Sejak pecahnya perang antara Israel dan Hamas pada Oktober 2023, Mesir telah secara konsisten mengekspresikan keprihatinannya terhadap situasi di Gaza. Negara tersebut memandang tindakan Israel sebagai ancaman serius terhadap keselamatan warga sipil Palestina dan berpotensi menciptakan gelombang besar pengungsi yang akan berdampak besar terhadap Mesir. Melalui pernyataan resmi, Mesir menegaskan penolakannya terhadap tindakan pengusiran warga Palestina sebagai bagian dari pembelaan terhadap hak-hak historis mereka.
Meskipun Mesir dan Israel telah menandatangani perjanjian perdamaian pada tahun 1979, Mesir tidak ragu untuk menegaskan bahwa penghormatan terhadap perjanjian tersebut tidak akan menghalangi negara itu untuk mengambil langkah-langkah demi menjaga keamanan nasional dan hak-hak rakyat Palestina.
2. Dampak Serangan Terhadap Kemanusiaan di Rafah
Serangan yang dilakukan oleh Israel di Rafah sejak awal Mei telah memiliki dampak yang signifikan terhadap penyaluran bantuan kemanusiaan ke Gaza. Organisasi seperti Badan Bantuan PBB untuk Palestina (UNRWA) melaporkan bahwa distribusi bantuan makanan ke Gaza selatan telah terhambat akibat kurangnya pasokan dan ketidakamanan di wilayah tersebut. Situasi ini semakin memperburuk kondisi kemanusiaan di Gaza, dengan hanya sedikit fasilitas kesehatan yang beroperasi dan kesulitan mendapatkan pasokan medis akibat penutupan perbatasan.
Hind Al Khoudary, seorang jurnalis Al Jazeera di Deir Al-Balah, menyoroti bahwa dampak dari situasi ini tidak terbatas pada wilayah Rafah saja, melainkan akan berdampak luas terhadap seluruh penduduk Gaza.
3. Keterbatasan Aksi PBB dalam Mengatasi Krisis Kemanusiaan di Gaza
Meskipun PBB telah berusaha untuk merespons krisis kemanusiaan di Gaza, terdapat kendala-kendala yang signifikan dalam upaya mereka. Pejabat senior bantuan PBB, Edem Wosornu, mengungkapkan kepada Dewan Keamanan bahwa persediaan bantuan saat ini tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan mendesak warga Gaza. Dia menggambarkan situasi di Gaza sebagai "bencana" dan "mimpi buruk," yang semakin diperparah dengan penutupan penyeberangan Rafah dari Mesir dan keterbatasan akses di penyeberangan Karem Abu Salem dari Israel.
Keterbatasan akses ini tidak hanya disebabkan oleh situasi konflik, tetapi juga oleh kondisi logistik yang sulit dan prosedur koordinasi yang rumit antara pihak-pihak terkait. Penyeberangan Beit Hanoon (Erez) di Gaza utara juga telah ditutup sejak awal Mei, menyulitkan distribusi bantuan kemanusiaan ke wilayah tersebut.
Baca Juga : Kosovo Resmi Menjadi Anggota Rekanan Majelis Parlemen NATO
Situasi di Gaza semakin memperburuk kondisi kemanusiaan yang sudah rapuh. Ancaman Mesir untuk memutuskan hubungan dengan Israel menunjukkan keputusan yang berani dalam membela hak-hak rakyat Palestina. Namun, untuk mengatasi krisis kemanusiaan yang sedang berlangsung, diperlukan upaya yang lebih besar dari komunitas internasional, termasuk PBB, untuk menyediakan bantuan yang memadai dan mengupayakan solusi yang berkelanjutan bagi rakyat Gaza. Cari tahu juga informasi menarik dan terupdate lainnya di Liputan Berita
Social Header